Perusahaan Fotografi Global Eastman Kodak Co., yang pernah menguasai bisnis fotografi dunia selama lebih dari seratus tahun, sejak tahun 1888, pada awal Januari 2012 ini telah mendaftarkan kepailitannya, karena bisnis ini mulai menurun sejak sepuluh tahun yang lalu dengan munculnya kamera digital dari Canon Inc., dan mesin cetak berwarna digital dari Hewlett Packard, mengganti sistem kamera berbasis film.
Perusahaan-perusahaan besar dunia berbasiskan teknologi seperti Eastman Kodak akan menghilang satu-persatu akibat perubahan dan kemajuan teknologi baru yang mengganti teknologi lama. Nasib yang sama akan dialami oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi global maupun lokal, satu-persatu akan menghilang dari sorotan sebagai perusahaan yang besar dan berpengaruh, karena saat ini sedang terjadi perubahan dari teknologi analog dan switsing TDM (Time Division Multiplexing) ke teknologi digital dan switsing paket (Packet Switch, Internet Protocol).
Bila kita melihat Daftar Kapitalisasi Perusahaan-perusahaan di Pasar Saham Global sekitar 20-tahun yang lalu, maka yang terlihat di urutan teratas adalah perusahaan-perusahaan telekomunikasi global seperti AT&T, British Telecom, KPN Nederland, Deutsche Telecom, France Telecom, NTT, dan beberapa lagi. Namun saat ini nama-nama mereka sudah menghilang dari urutan 100-terbesar dunia, digantikan oleh nama-nama perusahaan Non-Telekomunikasi seperti Google, Microsoft, Apple, Yahoo, Samsung, Facebook, dan sebagainya. Mengapa bisa terjadi demikian?
Ini karena perusahaan-perusahaan telekomunikasi, baik global maupun lokal sudah mencapai puncak kejayaannya, dan sedang menuruni tangga kemundurannya, dalam sikulus kehidupannya menuju ke Era Baru, Next Generation Network (NGN), dimana terjadi perubahan struktur industri dan struktur pasar bisnis telematika. Penghasilan terbesar tidak lagi dimiliki oleh penyelenggara jaringan seperti pada masa lalu, tetapi penghasilan besar itu dinikmati oleh para penyelenggara layanan-layanan nilai tambah yang memanfaatkan jaringan, seperti Google, Yahoo, BlackBerry messaging, transaksi jual-beli online oleh Amazon.com dan sejenisnya, layanan outsourcing manajemen operasional perusahaan, layanan transmisi satu arah maupun interaktif suara, text, data dan multimedia berbasiskan Protokol Internet (seperti VoIP, IM, YM, Streaming Video, IPTV, dsb).
Beban tugas penyelenggara jaringan telekomunikasi itu menjadi semakin berat, karena dituntut untuk menyediakan kapasitas jaringan yg semakin besar, mutu layanan yg semakin baik, namun hanya dengan imbalan penghasilan yg makin menurun per volume data yg ditransmisikannya. Ini membuat para penyelenggara jaringan telekomunikasi tingkat menengah seperti XL Axiata dan Indosat, serta para penyelenggara jaringan kecil untuk menyerahkan pengelolaan operasi dan pemeliharaan jaringan kepada pihak ketiga yg bukan operator, yaitu para vendor perangkat seperti Huawei, Nokia Siemens Network dan Ericsson. Para operator itu lebih memilih untuk memfokuskan pada pemasaran layanan jasa-jasa mereka, kerjasama penyediaan konten dan aplikasi-aplikasi baru dan menarik, seperti game online, download musik, game, software, ringtone, kerjasama dengan media advertising untuk iklan di ponsel, dan lain-lain, dengan pola bagi hasil dengan pihak-pihak ketiga mitra mereka. Para operator itu juga sudah bekerjasama dengan pihak ketiga dalam penyediaan platform komunikasi atau messaging seperti BlackBerry dan VoIP (Skype-Telkomsel), dan nantinya dengan Yahoo, Googlephone, dan lainnya yang akan muncul dikemudian hari.
Platform lainnya adalah penyediaan server Cloud Computing untuk berbagai layanan jasa aplikasi bisnis korporasi maupun individu, outsourcing proses-proses bisnis dan pengatahuan melalui kerjasama antara pihak ketiga dan operator.
Kita saat ini baru menjalani transisi menunju ke Era All IP NGN, namun sudah melihat arah perubahan penyelenggaraan layan Telematika menuju ke 4 lapisan penyelenggaraan NGN, yaitu:
1. Penyelenggara Fasilitas Jaringan (NFP)
2. Penyelenggara Layanan Jaringan (NSP)
3. Penyelanggara Layanan Aplikasi (ASP)
4. Penyelenggara Layanan Aplikasi Konten (CASP).
Dapat dilihat bahwa para operator sekarang lebih memilih untuk fokus kepada 2-lapisan penyelenggaraan layanan teratas, yaitu ASP dan CASP, sebab lebih murah biaya CAPEX-nya namun lebih besar pendapatannya atau tinggi Rate of Return-nya.
Inilah yang disebut sebagai mencairnya para penyelenggara telekomunikasi, khususnya penelenggaraan fasilitas dan layanan jaringan, yang tren-nya menuju ke outsourcing investasi dan SDM ke pihak ketiga yang bukan operator, melainkan para vendor perangkat dan mungkin juga para pengusaha UKM yang bertugas mengelola outsourcing tenaga-tenaga kerja yang diperlukan. Para karyawan itu bukan karyawan perusahaan Telekomunikasi, melainkan karyawan vendor dan UKM….?? Mereka bukan lagi perusahaan telekomunikasi dengan penghasilan yg besar dan kapitalisasi saham yang termasuk urutan 100-terbesar dunia lagi.
Apakah ini sebuah pilihan yang terbaik bagi operator kelas menengah kebawah? Bagaimana dengan operator terbesar, apakah akan mengikuti pola yang sama, ataukah pilihannya berbeda?
Disisi regulasi, terlihat bahwa UU No. 39/1999 yang mengatur pemberian lisensi penyelenggaraan berdasarkan atas 3-jenis penyelenggaraan, yaitu penyelenggara jaringan, penyelengaara jasa dan penyelenggara telekomunikasi khusus yang basisnya adalah struktur industri vertikal, satu jaringan memberika satu jenis jasa karena masih berbasiskan teknologi analag dan switsing TDM, belum berbasiskan teknologi digital dan switsing paket dan IP. Oleh karena itu perlu segera dilakukan perubahan UU No. 36/1999 untuk menyesuaikannya dengan kondisi saat ini yang sedang menuju ke konvergensi jaringan dan layanan yang berbasiskan switsing paket dan protokol Internet (IP). Tahap awalnya dapat dimulai dari regulasi jenis-jenis lisensi yang akan diberikan kepada para penyelenggara yang sudah berubah fungsi dan fokus layanannya.
Pada 2-lapisan penyelenggraan yang terbawah, yaitu NFP dan NSP yang membutuhkan penyediaan dan investasi infrastruktur jaringan yang mahal, maka pemainnya relatif sedikit, sehingga regulasinya perlu lebih ketat. Sedangkan pada 2-lapisan penyelenggraan yang teratas, yaitu ASP dan CASP, pemainnya dapat sangat banyak, oleh karena itu regulasinya makin ringan atau “light-touch”, dan tingkat kompetisinya sangat ketat, karena tidak perlu investasi infrastruktur, melainkan cukup memanfaatkan infrastruktur pada 2-lapisan penyelenggaraan terbawah.
Kesempatan untuk mendapatkan penghasilan besar ada di 2-lapisan penyelenggaraan teratas, karena bersifat layanan yang tidak hanya lokal, tetapi pada skala global, menjual berbagai produk2 dan jasa2 antar lokasi2 domestik maupun internasional. Namun karena tingkat kompetisinya sangat ketat, belum tentu bagi penyelenggara yang memfokuskan pada layanan di lapisan teratas ini dapat meraih pendapatan yang besar yang mereka harapkan. Perlu strategi kemitraan dengan pihak2 ketiga yang tepat, dan unggul dalam kompetisi. Mereka bukan lagi merupakan perusahaan2 telekomunikasi besar seperti dahulu, melainkan sebagai perusahaan yg menjalankan operasinya “over-the-top” diatas jaringan penyelenggara NFP dan NSP. Bisnis mereka tidak lebih adalah sebagai pemasar layanan jasa-jasa…? Jadi tepatlah ramalan akan terjadinya “The Great Telecom Meltdown” pada judul artikel ini.
Silahkan ditanggapi.